Broker Proferti Lampung : Analisa pencapaian target pembangunan perumahan 2013 : Ambisius, ekspektasi berlebihan dan cenderung utopia kini
dipertunjukkan Pemerintah ketika mematok target pembangunan perumahan
tahun 2013 mendatang. Tidak tanggung-tanggung, tahun depan sebanyak 350
ribu rumah bersubsidi ditargetkan akan dibangun.
Ironisnya,
kapasitas finansial yang tersedia untuk membangun rumah bersubsidi pada
2013 itu hanya mampu membiayai kurang dari setengah target tersebut.
Fakta otentik menunjukkan, target yang dipatok Pemerintah itu sangat
ambisius terindikasi dari anggaran APBN 2013 yang hanya Rp 2,709
triliun. Kalaupun ditambah dengan sisa anggaran 2012 sebesar Rp 4,633
triliun, maka akan menjadi Rp 7,342 triliun.
Kapasitas pembiayaan
sebesar itu, jika dibagi dengan nilai per unit rumah bersubsidi yang
menjadi dana penyertaan sebesar Rp 56 juta, maka jumlah unit yang mampu
dibangun tidak lebih dari 131.107 unit rumah.
Aneh dan utopis
Melihat
kapasitas finansial pemerintah hanya mampu membangun sebanyak 131.107
unit rumah, lantas terasa aneh, tidak realistis alias utopis, jika
target yang diluncurkan sebanyak 350 ribu unit. Entah dari mana lagi
sumber subsidi pembiayaan KPR rumah untuk memenuhi target itu, tidak ada
penjelasan dari Pemerintah. Sementara bisa diyakini, bahwa seluruh
otoritas perumahan akan sepakat untuk menyebut dimana target yang
realistis adalah setengah dari target tersebut.
Simak saja realita
tahun 2012 dari target 132.500 rumah tapak, bahwa yang terealisasi
hanya 46 persen atau sekitar 62.000 unit. Bahkan, target rumah susun
hanya terealisasi 5 unit atau 1 persen saja. Bayangkan, baru sekitar
22.000 rumah saja yang bisa disediakan hingga Oktober 2012, atau sebelum
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan batas
minimum luas lantai 36 meter persegi di dalam UU PKP Nomor 1 tahun 2011.
Setelah
putusan MK hingga Desember 2012, barulah terealisasi 20 ribu unit lagi
hasil KPR rumah baru dan ditambah 20 ribu unit hasil konversi dari KPR
komersil sebelum putusan MK tersebut (rumah dibawah tipe 36) ke KPR yang
dibiayai dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Dari
sini saja cukup menunjukkan, bahwa optimisme Pemerintah saat itu, bahwa
KPR dengan skema FLPP pada 2012 akan membantu mencapai target
pembangunan rumah sebanyak 133 ribu rumah, ternyata hanya isapan jempol
belaka.
KPR hasil konversi
Patut disimak,
bahwa data mengenai 20 ribu unit rumah yang dibangun sebelum Oktober
2012 itu sebenarnya rumah nonsubsidi yang diserap pasar melalui skema
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) komersial. Tetapi, setelah putusan MK pada 3
oktober 2012, rumah-rumah tersebut yang telah dijual melalui KPR
komersial itu secara sengaja dikonversi menjadi KPR subsidi yang
dibiayai dengan dana FLPP (bunga 7,25% selama 20 tahun).
Cara ini
jelas tidak tepat karena seluruh penerima KPR komersial telah dianalisis
oleh perbankan sebagai konsumen perumahan yang memiliki pendapatan
cukup atau terjangkau membeli rumah melalui kredit komersial. Jadi,
menurut UU No 1 tahun 2011 mereka sama sekali bukan masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) dan tidak berhak menerima FLPP atau subsidi
yang bersumber dari dana APBN. Sementara KPR FLPP diperuntukkan bagi MBR
yang perlu disubsidi karena keterbatasan daya beli sehinga perlu
mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
Memang, sama
sekali tidak bermaksud mengatakan, bahwa data realisasi pembangunan
rumah sebanyak 20 ribu unit hasil KPR konversi senilai hampir Rp 1
triliun itu telah dipergunakan secara mubazir. Tetapi, ada kecenderungan
KPR konversi dimasukkan ke dalam data realisasi pembiayaan rumah tahun
2012 hanya untuk mengesankan “besarnya realisasi” penyediaan rumah bagi
MBR. Padahal, penggunaan dana FLPP untuk mengkonversi KPR komersial
tersebut bisa dimanfaatkan untuk KPR FLPP tahun 2013.
Berdasarkan
hal itu bisa dilihat, bahwa sebenarnya capaian program rumah subsidi
FLPP tahun 2012 hanya sekitar 42 ribuan unit saja atau sekitar 31,5%.
Oleh karena tidak ingin berburuk sangka, disarankan kepada Pemerintah
melalui kementeriannya (Kementerian Perumahan Rakyat) agar menghindari
upaya "memoles kosmetik" dengan menyodorkan data yang tidak realistis
demi mencitrakan prestasi dan kinerjanya dalam kabinet. Ini justru harus
diwaspadai, bahwa penggunaan dana FLPP untuk mengkonversi KPR komersial
bisa saja dinilai pihak tertentu sebagai bentuk perbuatan yang mubazir. (Penulis Ketua Umum DPP APERSI)
KPR FLPP tahun 2013, hasil KPR konversi 2013, penerima KPR komersial 2013, pembangunan perumahan bessubsidi 2013, KPR dengan skema FLPP pada 2012, program rumah subsidi
FLPP 2013
Posting Komentar