Dokumen Dasar Kepemilikan Hak Atas Tanah

Broker Properti Lampung - Dokumen Dasar Kepemilikan Hak Atas Tanah : Membedah permasalahan terkait dengan penerbitan sertipikat tanah dapat dirujuk melalui beberapa hal yang melatarbelakangi penerbitannya, antara lain : 1. Riwayat perolehan tanah 2. Alas hak yang disajikan 3. Status asal tanahnya.

Mengenali tiga variabel tersebut menjadi penting, karena salah menyajikan data dan menganalisinya akan melahirkan produk yang salah sehingga sertipikat tanah yang diterbitkan menjadi rentan untuk dijadikan obyek sengketa dan gugatan oleh pihak lain.

1. Riwayat tanah
Riwayat tanah merupakan rekaman peristiwa dan perbuatan hukum yang pernah terjadi di atas bidang tanah yang sedang diajukan penerbitan sertipikat tanah. Pemaparan riwayat tanah oleh pemilik tanah dan pejabat terkait menjadi pijakan Kantor Pertanahan untuk menentukan atas nama siapa sertipikat tersebut diterbitkan dan berdasarkan perbuatan hukum apa orang tersebut menguasai tanah yang sedang diterbitkan sertipikat tanahnya.

Riwayat tanah ini sering menjadi bahan permasalahan karena tidak jarang terdapat penyelundupan fakta yang mestinya terpapar tetapi disembunyikan oleh mereka yang ingin dengan mudah memperoleh sertipikat tanah padahal dari sinilah awal dan celah mengapa sertipikat dapat digugat.
Menghindari dan mejauhkan sertipikat dari permasalahan dan gugatan adalah dengan cara berlaku jujur dan tertib administrasi pertanahan oleh setiap pemilik dan penggiat dan pengelolah pertanahan,tanpa itikad baik tersebut rasanya sulit menerbitkan sertipikat tanah yang immun atau kebal terhadap masalah dan perkara.

2. Alas hak atas tanah
Mengapa alas hak ? hal ini terkait erat dengan tanda bukti hak atas tanah yang menurut undang hanya sertipikat hak atas tanah satu satunya bukti pemilikan yang diakui, sehingga bukti lain tidak lebih sekedar alas atau petunjuk yang memberikan arahan kepada pihak lain atas siapa siapa yang pernah dicatat menurut administrasi pertanahan selain yang dilakukan oleh Kantor Agraria ataukantor pertanahan pada masa sekatang.

Alas hak ini ada berbagai macam bentuk dan isinya bahkan cenderung berbeda antara daerah satu dengan yang lain sehingga untuk mengenalinya diperlukan pengetahuan dan ketelitian ekstra agar tidak salah tafsir dan salah memberikan penilaian.Namun secara tradisional semua alas hak ini sebagian besar telah dicatat di Desa atau Kelurahan letak tanah.

Banyaknya alas hak yang beredar merupakan bagian dari permasalahan yang sulit diantisipasi oleh Kantor pertanahan karena tidak punya akses untuk mengklarifikasi tentang akurasi isinya,sehingga melalui alas hak ini pula terkadang penerbitan sertipikat tanah mejadi bermasalah.

3. Status asal tanahnya
Status asal tanah dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar definisi yaitu berupa tanah hak adat yang sejak berlakunya UU No 5 tahun 1960 dinyatakan tanah bekas hak adat dan tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau yang lebih familiar dikenali sebagaitanah negara.

Tanah bekas hak adat adalah tanah yang sebelum berlakunya UU No. 5 tahun 1960 telah terdapat penguasaan dan pemilikan yang disyahkan menurut hukum dan ketentuan yang berlaku di daerah itu sehingga menjadi hak orang tersebut. Status taah ini dalam perkembangannya telah dibukukan secara tradisional di masing-masing Desa atau Kelurahan sehingga untuk mengenalinya dapat diperoleh dari data yang ada di Kantor Desa tau Kelurahan.

Tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah negara adalah tanah yang di atasnya tidak dilekati hak apapun baik perorangan atau badan hukum, hak adat ataupun hak menurut UU No.5 tahun 1960. Mengingat statusnya yang tidak dilekati hak maka tanah ini tidak tercatat di administrasi Desa atau Kelurahan sehingga ada kecenderungan menilai bahwa tanah yang tidak dibukukan di Desa atau Kelurahan adalah tanah negara meskipun tidak selalu demikian keberadaannya.

Status tanah hak (bekas) adat dan tanah yang dikuasai langsung oleh negara menghadirkan riwayat tanah ,alas hak dan perlakuan yang berbeda dimana tanah bekas hak adat adat cenderung tercatat sedangkan tanah negara belum,terhadap tanah hak bekas adat terdapat hak orang lain sedangkan tanah negara tidak ada hak orang lain dan terhadap tanah bekas adat negara hanya berkewajiban mendaftar sedangkan terhadap tanah negara, negara berhak mengatur hubungan hukum antara orang dan badan hukum dengan tanah dimaksud.

Memahami tiga pengertian di atas menjadi penting karena jika salah akan menghasilkan sertipikat tanah yang tidak dapat menjamin perlindungan hukum kepada pemiliknya

 dokumen-dokumen yang dapat menjadi bukti kepenguasaan hak atas tanah
Sejak diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, keberadaan Hak-hak atas tanah yang berasal dari Hukum Barat dan Hukum Adat tidak lagi mendapatkan privilidge sebagai suatu bukti kepemilikan hak atas tanah di Indonesia sehingga kedudukan mereka hanya sebatas bukti penguasaan dan bukti pembayaran pajak saja.

Lebih lanjut hak-hak atas tanah terdahulu tersebut juga diwajibkan untuk di konversi menjadi Hak-hak atas tanah yang diakui oleh UUPA seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan dan lain sebagainya. Oleh karena itu peran pemilik harus aktif dalam hal ini jika tanahnya tidak mau dicaplok oleh orang lain karena tidak mempunyai alas dasar kepemilikan yang kuat.

Meskipun sampai saat ini sudah banyak kejadian yang merugikan bagi para pemilik yang tanahnya masih berlandaskan pada hukum barat dan hukum adat, masih banyak saja pemilik hak atas tanah tersebut tidak mensertifikasi / mengkonversi / mendaftarkan hak atas tanahnya menjadi hak-hak atas tanah yang diakui Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena kelalaian tersebut maka banyaklah terjadi sengketa khususnya terjadi di daerah-daerah pembangunan yang mana para pihak terdiri antara Perusahaan melawan masyarakat setempat.

Akan tetapi meskipun ada niat dari pemilik hak-hak atas tanah terdahulu untuk mensertifikasi tanahnya, perlu diketahui bahwa tidak semua hak-hak atas tanah Hukum Barat da Hukum Adat dapat menjadi bukti penguasaan tanah yang menjadi salah satu persyaratan pensertifikasian suatu bidang tanah. Berdasarkan riset yang dilakukan dan konfirmasi dari beberapa teman Notaris berikut daftar dokumen-dokumen yang dapat menjadi bukti kepenguasaan hak atas tanah:
  1. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrivings Ordonantie (S.1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik;
  2. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrivings Ordonantie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan;
  3. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
  4. Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959;
  5. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum maupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban un tuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah  dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya;
  6. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961;
  7. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan;
  8. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan;
  9. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan;
  10. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan;
  11. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
  12. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan;
  13. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Dokumen-Dokumen Yang Dapat Menjadi Bukti Penguasaan Atas Tanah sebagaimana yang tercantum di atas sangat penting bagi Anda jika terjadi sengketa untuk membuktikan bahwa tanah yang Anda kuasai sememangnya berada ditangan yang berhak. Disamping itu dokumen-dokumen tersebut juga diperlukan untuk mendaftarkan tanah Anda menjadi hak-hak atas tanah yang diakui ke Kantor Pertanahan setempat. Jadilah pemilik tanah yang cerdas dengan segera mendaftar tanah Anda untuk menghindari sengketa dikemudian hari.

Dasar Hukum
  • Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai Dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Pakai (“Kepmen Agraria No. 16 Tahun 1997”);
  • Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“Permen Agraria No. 3 Tahun 1997”);
  • Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya (“Permen Agraria No. 9 Tahun 1965”);
  • Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Perolehan Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal (“Kepmen Agraria No. 21 Tahun 1994”)

Lahan Properti Lain :

Share this product :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Broker Properti Lampung - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger